KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul, “Jenis dan Tipologi Desa”.
Ucapan
terima kasih pertama-tama saya tunjukan kepada Ibu Mastauli Siregar S.sos,M.si selaku dosen matakuliah Dinamika Masyarakat Pedesaan yang mana telah
memberikan tugas ini kepada kami (kelompok 5), terimakasih kepada rekan-rekan penulis yang mana telah
membantu dan menuangkan ide-ide kreatifnya dalam penyusunan makalah ini, dan
kami juga mengucapkan terimakasih kepada sumber-sumber yang telah
tersedia yang mana atas informasinya telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah makalah
ini kami sampaikan. Apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan kata ataupun
penyusunannya, kami (kelompok 5) memohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan
untuk melengkapi makalah ini, kami berharap Ibu/Bapak dan teman-teman sekalian
dapat memberikan pendapat, kritikan, ataupun saran.
Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat untuk kita semua . akhir kata kami ucapkan terimakasih.
Medan, Oktober 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa merupakan suatu pemanfaatan lahan
atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris serta bangunan
rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa yang merupakan sutu wilayah yang
penduduknya atau masyarakatnya bermatapencaharian poko dibidang pertanian,
bercocok tanam, atau agraria, nelayan. Jika dilihat dari segi social budaya,
desa tampak dari hubungan social antar penduduknya yang bersifat khas, yakni
hubungan kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan, kurang tampak
adanya pengkotaan, ataudengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong
royong.
Telah diketahui sedikit pengertian
dari desa serta sejarah desa yang mana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
manusia secara bersama-sama mewujudkan suatu masyarakat, dan kemudian menempti
territorial. Banyak alas an yang membuat mereka bertahan hidup salah satunya
ialah untuk mencapai kemajuan hidupnya. Dari sinilah muncul berbagai tipe desa,
ada desa petani, desa nelayan, desa petrnak dan yang lainnya yang pada akhirnya
memculkan suatu bentuk tipologi desa, karena adanya potensi-potensi dasar dalam
menigkatkan pembangunan desa, tipe-tipe desa dalam pembangunan yang diupayakan
untuk meratakan pembanguanan dalam rangka mempertinggi tingkat pendapatan
sebagian besar masyarakat setempat. Adanya indikator-indikator tingkat perkembangan
desa yang bisa menjadi tolak ukur dalam melihat suatu hasil proses kegiatan
dalam pembangunan desa yang telah dicapai. Serta Tingkat klasifikasi
perkembangan desa, yaitu desa swadaya, desa swakarya, desa swasembada.yang
dilihat berdasarkan kesamaan tingkat perembangannya atas dasar factor
pembangunan.
BAB II
Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian desa?
b. Bagaimana karakteristik kehidupan
masyarakat desa?
c. Apa saja tipologi-tipologi desa?
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Desa
Pengertian desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan
pengertian village dan rural. Sering pula dibandingkan dengan
kota (town/city) dan perkotaan (urban). Perdesaan (rural) menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (1972) diartikan seperti
desa atau seperti di desa dan perkotaan (urban)
diartikan seperti kota atau seperti di kota.
Berdasarkan batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan
mengacu kepada karakteristik masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada
suatu satuan wilayah administrasi atau teritorial. Dalam kaitan ini suatu
daerah perdesaan dapat mencakup beberapa desa. Untuk lebih jelasnya mengenai
definisi desa dapat kita simak beberapa pandangan dari para ahli sebagamana
yang dikemukakan berikut ini.
1. Ferdinand Tonnies, desa merupakan
tempat di mana masyarakat yang bersifat gemeinschaft
yaitu saling terikat oleh perasaan dan persatuan yang erat.
2. Teer Haar, desa adalah suatu kumpulan
manusia yang tetap dan teratur dengan pemerintahan dan kekayaan materil dan
immateril sendiri.
3. Boeke, desa merupakan suatu masyarakat
yang religius yang diikat oleh tradisi bersama para warga penanam bahan makanan
yang sedikit banyak mempunyai hubungan kebangsaan.
4. Soetardjo Kartohadikoesoemo, desa
adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengada-kan pemerintahan sendiri.
5. Bintaro, desa merupakan perwujudan atau
kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat ditempat
itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain.
6. E.A. Mokodompit, desa merupakan suatu
kesatuan teritorial, kekerabatan, nilai, dan aktivitas dari beberapa keluarga.
7. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Karakteristik kehidupan Masyakat
desa
Secara umum, dalam kehidupa
masyarakat di pedesan dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang mereka
miliki, sebagaimana dikemukakan oleh Roucek dan Warren (1963 : 78) sebagai
berikut :
a.
Mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal (mata pencaharian, nilai-nilai
dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku).
b.
Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi.
Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan
pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dan
juga sangat ditentukan oleh kelompok primer. Yakni dalam memecahkan suatu
masalah, keluarga cukup memainkan peranan dalam pengambilan keputusan final.
c.
Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada (misalnya
keterikatan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya).
d.
Hubungan sesama anggota masyrakat lebih intim dan awet daripada di kota. Serta
jumlah anak di keluarga inti lebih banyak/besar
C.
Tipologi Desa
1. Tipologi
Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem
kehidupan masyarakat, maka terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah
pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang
membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:
a. Tipe Desa Geneologis,
Suatu desa
yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya mempunyai ikatan
secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa yang
terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal,
dan campuran.
b. Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa
yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial
terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama,
dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat
hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah
tertentu.
c. Tipe Desa Campuran,
Suatu desa
dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini,
ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.
2.
Tipologi Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal
Berdasarkan hamparan tempat tinggal, maka desa dapat
diklasifikasikan atas:
a. Desa Pedalaman
Desa-desa
yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal
desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu
kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa Pegunungan
Desa Terdapat
di daerah pegunungan, Pemusatan
tersebut didorong kegotongroyongan
penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu ke segala
arah, tanpa rencana. Pusat- pusat
kegiatan penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.
c. Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman
penduduk di sini umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa
tsb. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan
raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang
perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar
permukiman baru tak terpencil.
d.
Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata
pencaharian dari desa dataran rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
e.
Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh permukiman yang bermatapencarian
di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai
itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai
lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan
di dekat tempat tinggal semula.
3.
Tipologi Desa Berdasarkan Pola Pemukiman
1. Menurut Paul Landis
(1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a. Farm
Village Type,
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama
dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka.
Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
b. Nebulous
Farm Village Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu
tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah
ladangnya.
c. Arranged
Isolated Farm Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar
jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya adalah sawah ladang mereka.
d. Pure
isolated farm type,
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara
tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.
2. Soekandar
Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola,
yakni:
a. Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah
para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum
adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya
secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus
bertempat tinggal di dalam lahan mereka.
b. Pola Permukiman Memanjang
Bentuk
pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan
tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
c. Pola
Permukiman Berkumpul
Bentuk
pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung,
sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
d. Pola Permukiman Melingkar
Bentuk
pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.
4.
Tipologi Desa Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok
dapat diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa industri.
a. Desa Pertanian terdiri
atas:
1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi:
desa pertanian lahan basah dan lahan kering.
2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan
milik rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan
laut, dan desa peternakan.
b. Desa Industri yang
memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.
5.
Tipologi Desa Derdasarkan Kegiatannya
Tipe desa berdasarkan kegiatannya dapat dikelompokan
menjadi:
a.
Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor pertanian terutama
pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
b.
Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian terutama
dalam bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi teknologi pertanian
maupun yang lainnya
c.
Desa Parawisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata dan mata
pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut sangat bergantung
dari usaha yang mengandalkan sektor pariwisata dari desa tersebut.
d.
Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa tersebut tidak ada
lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha yang dilakukan oleh masyarakat
penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja diluar sektor
pertanian. Contohnya dengan berdagang.
6.
Tipologi Desa Berdasarkan Perkembangannya
Berdasarkan perkembangannya, tipe desa di Indonesia
terbagi atas empat tipe, yakni:
a. Pra desa (Desa
Tradisional)
Tipe desa
semacam ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat terpencil,
dimana seluruh kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara memelihara
kesehatan, cara makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam
sekeliling mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan
sementara.
b.
Desa Swadaya (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat
sebagian besar memenuhi kebutuhannya
dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya
jarang berhubungan dengan masyarakat
luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama
sekali.
Ciri-ciri desa
swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
c. Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya,
dimana masyarakatnya sudah mampu
menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain
disampinguntuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu
sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar
sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai
terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai
meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang
mengakibatkan perubahan cara berpikir.
d. Desa Swasembada (Desa maju)
Desa yang sudah mampu
mengembangkan semua potensi yang
dimiliki secara optimal.Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk mengadakan interaksi
dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain.darihasil
interaksi tersebut, masyarakat dapat
menyerap teknologi baruuntuk memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalandengan baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah
berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat
rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan
tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap
dan modern
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi.
Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan
pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dan
juga sangat ditentukan oleh kelompok primer. Yakni dalam memecahkan suatu
masalah, keluarga cukup memainkan peranan dalam pengambilan keputusan final.
Dari sinilah muncul berbagai tipe desa, ada desa petani, desa nelayan, desa
petrnak dan yang lainnya yang pada akhirnya memculkan suatu bentuk tipologi
desa, karena adanya potensi-potensi dasar dalam menigkatkan pembangunan desa,
tipe-tipe desa dalam pembangunan yang diupayakan untuk meratakan pembanguanan
dalam rangka mempertinggi tingkat pendapatan sebagian besar masyarakat
setempat.
2. Saran
Semoga
dalam pembahasan makalah diatas dapat memberikan sedikit penjelasan dalam
langkah kita untuk memahami apa – apa saja tipologi desa, karakteristik
kehidupan masyarakat desa dan sosiologi pedesaan sehingga bisa menerapkan
langkah yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan desa untuk
keberlangsungan hidup yang lebih baik serta menerapkan adat istiadat yang
bersifat positif dari masyarakat desa.
DAFTAR PUSTAKA
Beratha, I nyoman, 1982. Desa, masyarakat desa pembangunan
desa, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Wiriaatmadjah, Soekandar, 1987, Pokok-pokok Sosiologi
Pedesaan, Jakarta : CV. Yasaguna.
Imam Asyari, Sapari, 1993, Sosiologi Kota Dan Desa,
Surabaya : Usaha Nasional.
Leibo Jefta, SU, 1995, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta
: Andi Offset.
Rahardjo. 1999. Pengantar
Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sajogyo & Pudjiwati Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sugihen, Bahrein T. 1996. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.