STRATIFIKASI SOSIAL
DEFENISI STRATIFIKASI SOSIAL
1.Adham Nasution (1979, 126-127) mengatakan bahwa,
kenyataan menunjukkan kepada kita, dimana dalam setiap masyarakat terdapat
perbedaan-perbedaan yang jelas diantara anggota-anggota masyarakat bahkan di
dalam masyarakat primitip sekalipun terdapat beberapa bentuk daripada
lapisan-lapisan masyarakat.
2.Menurut Nasution, masyarakat tidak berkelas
dengan persamaan yang nyata diantara anggota-anggotanya, adalah dongeng. Setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, mungkin berupa uang, mungkin tanah,
mungkin benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin pula berupa kekuasaan, ilmu
pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau keturunan dari keluarga tertentu,
pekerjaan dan lain-lain faktor lagi.
Selama
suatu masyarakat memberikan penghargaan kepada barang sesuatu yang dihargai
itu, selama itu pula masyarakat terbagi ke dalam lapisan-lapisan. Semakin
banyak seseorang atau sekelompok orang dapat memiliki sesuatu yang berharga,
maka masyarakat akan menganggapnya mempunyai status dan lapisan yang tinggi,
sebaliknya mereka yang hanya sedikit atau sama sekali tidak memilikinya, dalam
pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Biasanya
golongan yang berada dilapisan atas, tidak hanya memiliki satu macam saja dari
apa yang dihargai masyarakat, tetapi akan bertambah-tambah, artinya mereka yang
memiliki uang yang banyak akan mudahlah
mendapatkan tanah, kekuasaan dan kemungkinan juga kehormatan. Selanjutnya
mereka yang mempunyai kekuasaan mudahlah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu
pengetahuan . Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan yang tinggi itu mempunyai
sifat kumulatif.
3.Soleman B. Taneko (1984,94-95) mengatakan,
stratifikasi sosial merupakan gejala umum yang dapat dikemukakan pada setiap
masyarakat. Oleh karena itu betapapun sederhananya maupun kompleksnya suatu
masyarakat, stratifikasi pasti akan dijumpai disitu. Pada zaman kuno
Aristoteles pernah menyatakan bahwa dalam tiap negara terdapat tiga unsur,
yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada
ditengah-tengahnya.
4.Pitirim A. Sorokin juga mengatakan bahwa sistem
berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat
yang hidup teratur (Soerjono Soekanto, 1982, 219). Selain Sorokin, Ter Haar mengatakan
bahwa pembagian anggota-anggota dalam kelas-kelas terdapat di
masyarakat-masyarakat hukum dalam banyak lingkungan-lingkungan hukum, walaupun
patokan untuk mengklaskan itu berbeda-beda (Taneko, 1984, 95).
5.James C. Scott (1981, 275) mengatakan ”bahwa tiap
sistem stratifikasi melahirkan mitos atau rasionalnya sendiri untuk menerangkan
apa sebabnya orang-orang tertentu harus dianggap lebih tinggi kedudukannya dari
yang lain-lainnya”.
6.Adham Nasution (1979, 127) mengatakan, sistem
berlapis-lapis di dalam masyarakat itu dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, dan
dapat pula dengan sengaja disusun untuk mengejar sesuatu tujuan bersama,
seperti : dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi di dalam
organisasi-organisasi yang formil, umpamanya
dalam organisasi pemerintahan, perusahaan, partai atau
perkumpulan-perkumpulan.
Unsur-unsur Baku Stratifikasi Sosial
Kurt B. Meyer mengatakan bahwa kekuasaan (power) hanyalah
merupakan salah satu dari tiga dimensi stratifikasi sosial pada masyarakat
modern. Dimensi yang lain itu adalah status
dan ekonomi. Ekonomi membedakan
penduduk menurut jumlah dan sumber dari pendapatan, dimana biasanya diperoleh
dari satu set aktivitas pekerjaan, pemilikan atau kedua-duanya. Kemudian status
menunjuk pada perbedaan dari martabat (prestige) dan pembedaan diantara
perorangan dan kelompok di dalam suatu masyarakat. Martabat (prestige) pada
dasarnya terletak pada pengakuan interpersonal yang selalu meliputi paling
sedikit satu individu, yaitu siapa yang menuntut dari individu lain, yaitu
siapa yang menghormati tuntutan tersebut (Taneko, 1984, 97).
James C. Scott (1981, 57) mengatakan, bahwa pemilikan
tanah dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada penyewa tanah, dan penyewa
tanah dianggap lebih tinggi dari pada buruh lepas, meskipun dari segi
penghasilan mungkin tidak. Masing-masing mewakili satu loncatan kuantum dalam
kepercayaan terhadap subsistensi. Oleh karena itu, jaminan terhadap krisis
merupakan prinsip stratifikasi yang lebih aktif dalam pandangan para
petanidibandingkan dengan penghasilan.
Bernard Barber mengemukakan ada 6 (enam) dimensi dari
stratifikasi sosial
(1)
prestise jabatan atau pekerjaan (occupational prestige),
(2)
rangking dalam wewenang dan kekuasaan (authority and power rangkings),
(3)
pendapatan atau kekayaan (income or wealth),
(4)
pendidikan atau pengetahuan (educational or knowledge),
(5)
kesucian beragama atau pimpinan keagamaan (religious or ritual purity), dan
(6)
kedudukan dalam kekerabatan dan kedudukan dalam suku-suku bangsa (kinship and
ethnic group rangkings) (Taneko, 1984, 97-98).
Jumlah lapisan sosial dalam masyarakat
a.Karl marx(1818-1893),membagi lapisan sosial berdasarkan
kemampuan ekonomi ,menurutnya masyarakat terbagi atas dua kelas yaitu kelas
borjuis dan proletar.
b.Mosca ,membedakan antara kelas yang berkuasa dan kelas
yang dikuasai.banyak para sosiologi membedakan antara kaum elit dan massa dan
orang kaya dengan orang miskin .
c.w. Lyoid warner,(1940-1950) mengadakan penelitian terhadap
masyarakat amerika dan membagi lapisan sosial mereka dalam enam lapisan .keenam
lapisan tersebut terdiri dari kelas atas-atas,atas-bawah,dan atas-menengah.
d.di Indonesia ,khususnya di
daerah pedesaan jawa yang masih bercirikan pertanian stratifikasi atau
pelapisan sosial pun disusun berdasarkan penguasa masyarakat terhadap tanah.
e.koentjaraningrat (1964)meneliti lapisan sosial masyarakat
pedesaan dan menggolongkanya dalam tiga lapisan yaitu lapisan keturunan pendiri
desa dan pemilik tanah,lapisan pemilik tanah selain keturunan pendiri desa dan
lapisan masyarakat yang tidak memiliki tanah.
f.penggolongan masyarakat Indonesia yang dilakukan BPS
1.luas lantai bangunan tempat
tinggal lebih dari 8m2
2.lantai tempat tinggal terbuat
dari kayu murahan
3.jenis dinding terbuat
dari kayu
4.tidak memiliki fasilitas buang
air besar
5.penerangan rumah tangga tidak
menggunakan listrik
Dalam bidang pendidikan formal
dalam masyarakat kita dijumpai kesenjangan besar antara mereka yang
berpendidikan dasar dan menengah dengan mereka yang berpendidikan tinggi,data
sensus BPS menunjukkan bahwa pada 1971 dikalangan penduduk berusia 10 tahun
keatas 41.01% tidak bersekolah,52.35%berpendidikan dasar,4.3% berpendidikan SLP
,2.03% berpendidikan SLA dan hanya 0.31% berpendidikan tinggi.
Dalam negara maju dapat dijumpai
stratifikasi yang berbentuk intan :posisi dilapisan bawah dan atas relatif
sedikit bila dibandingkan posisi dilapisan menengah.
Dampak lapisan sosial
Perbedaan kelas sosial dalam
masyarakat membawa perbedaay gaya hidup atau perilaku yang berbeda antara satu
dengan yang lain ,harus dibedakan dengan jelas bahwa gaya hidup tidak
menciptakan kelas tetapi kelas yang menciptakan gaya hidup seseorang.
Salah satu hal yang bisa dilihat
dari perbedaan perilaku antar kelas adlah dalam tata busana ,anggota satu kelas
akan cenderung memilih mode busana sesuai dengan anggota kelas .
Kamanto sunarto(1993)mencatat
bahwa masyarakat kelas atas akan cenderung menegnakan busana barat produk
desainer paris,new york,dan desainer dunia terkenal.kaum perempuan menengah
kebawah akan cenderung memakai busana ciptaan desainer dalam negeri,sedangkan
pilihan busana mereka yang berada di kelas bawah akan cenderung berorientasi
pada desain yang ditentukan para grosir pakaian jadi dipusat penjualan pakaian
seperti misalnya tanah abang atau pasar tradisional lainnya.
Selain dari segi busana,status
seseorang juga tercermin dari tipe dan letak tempat tinggalnya ,dikota-kota
besar dijumpai daerah pemukiman yang penghuninya cenderung berasal dari
kalangan elit,dalam kawasan pemukiman elit juga masih dapat kita jumpai
perbedaan yang mencerminkan perbedaan status misalnya perbedaan ukuran
rumah,tanah,desain rumah,bahan baku yang digunakan,perlengkapan rumah dan
sebagainya.
No comments:
Post a Comment