PARADIGMA SOSIAL
paradigma
adalah pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok-persoalan(subject-matter)
disiplin tertentu. paradigma dengan demikian merumuskan tentang apa yang
seharusnya menjadi objek studi disiplin tertentu.paradigma adalah kesatuan
konsensus yang terluas dalam satu disiplin yang membedakan antara komunitas
ilmuan(sub-komunitas) yang satu dengan yang lain.Ritzer melihat adanya tiga
paradigma dalam sosiologi yang lebih banyak menimbulkan efek negatif dari pada
efek positifnya terhadap perkembangan sosiologi.masing-masing paradigma:fakta
sosial,definisi sosial dan tingkah laku sosial.karena itu Ritzer mengajukan
satu paradigma yang disebutnya sebagai “paradigma terpandu” yang dimaksudkan
bukan untuk menggantikan,tetapi untuk mengatasi kelemahan pendeketan paradigma
yang ada itu dalam menerangkan realitas sosial yang sangat kompleks itu.
1.Paradigma
fakta sosial
Exemplar
paradigma fakta sosial adalah karya Durkheim khususnya Suicide dan The Rule of
Sociological Method,Durkheim membangun konsep fakta sosial yang kemudian
diterapkan dalam mempelajari gejala bunuh diri Ia membangun konsep fakta sosial
ini untuk memisahkan sosialogi dari persaingan pengaruh antara sosiologi dan
filsafat .Menurut Durkheim fakta sosial harus dinyatakan sebagai sesuatu yang
berada diluar individu dan bersifat memaksa terhadapnya .Fakta sosial dibedakan
ata dua jenis yaitu:kesatuan yang bersifat material (material entity) yakni
barang sesuatu yang nyata ada dan kesatuan yang bersifat non material (non-material
entity)yakni barang sesuatu yang dianggap tidak ada.ada dua tipe dasar dari
fakta sosialyakni:struktur sosialdan pranata sosial.
Teori
yang termasuk dalam paradigma ini adalah teori fungsionalisme –struktural
,teori konflik,teori sistem,dan sosiologi makro ,yang terpenting ialah teori
fungsionalisme struktural dan teori konflik,konseptualisasi kedua teori ini
tentang hubungan antara fakta-fakta sosial sanngat berbeda.Menurut teori
fungsionalisme struktural dari berbagai struktur dan pranata dalam masyarakat
cenderung berhubungan secara selaras. masyarakat dipandang sebagai berada dalam
keadaan berubah secara berangsur-angsur tetapi tetap dalam
keseimbangan.sebaliknya menurut teori konflik ,fakta sosial dalam tingkatan
yang berbeda-beda berada dalam kondisi konflik satu sama lain .keseimbangan
dalam masyarakat justru terjadi karena akibat dari penggunaan paksaan oleh
golongan yang berkuasa dalam masyarakat itu.
Dalam
penyelidikan terhadap kedua teori tersebut Ritzer lebih banyak melihat kepada
proposi yang menekankan segi persamaannya daripada perbedaaan dari
keduanya,dalam penelitianya karya robert merton adalah yang paling menonjol di
antara teori fungsionalisme struktural yang lebih awal dengan memusatkan
perhatianya kepada persoalan disfungsi keseimbangan dan fungsi alternatif
Merton berhasil dengan sempurna menghubungkan antara konflik dan perubahan
masyarakat .Hubungan ini ditunjukan pula oleh Herbert Gans dengan menerapkan
model Merton itu dengan menerapkan model kemiskinan .Gans menunjukkan bahwa teori
fungsionalisme struktural dapat digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan
yang radikal tentang persoalan konflik dan perubahan sosial. Dahrendof
menekankan bahwa kedua teori itu harus digunakan secara alternatif . Teori
konflik dapat digunakan untuk menganalisis konflik sosial sedangkan teori
fungsionalisme struktural dapat dignakan untuk menganalisa tentang keteraturan
sosial .
Dalam penelitianya ,penganut
paradigma fakta sosial cenderung memakai metode interview/questionnaire.metode
lain dipandang Ritzer kurang cocok untuk mempelajari fakta sosial.orang akan
mengalammi kesulitan mempelajari struktur sosial dan pranata sosialdengan
mengenakan metode eksperimen misalnya.begitu pula metode observasi tidak
direncanakan untuk mempelajari fakta sosial .tetapi menurut Ritzer cara terbaik
untuk mempelajari fakta sosial adalah dengan metode historis dan metode
komparatif,contoh yang baik dalam hal ini ialah studi komparatif yang dilakukan
weber tentang:agama dan kapitalisme.Namun penganut paradigma fakta sosial
modern tidak menyenangi metode ini karena biaya besar dan waktu yang lama
dan tidak ilmiah.
2.Paradigma
Defenisi Sosial
Exemplar paradigma ini ialah karya
Max weber tentang”Tindakan sosial”.Weber tertarik dengan makna subjektif yang
diberikan individu terhadap tindakan mereka .ia memusatkan perhatian kepada
intersubyektif dan intrasubyektif dari pemikiran manusia yang menandai tindakan
sosial.Weber tak tertarik untuk mempelajari fakta sosial yang bersifat
makroskopik seperti struktur sosial dan pranata sosial.yg menjadi pokok
persoalan sosiologi adalah proses pendefinisian sosialdan akibat-akibat dari
suatu aksi serta interaksi sosial.Jadi yang menjadi sasaran ppenyelidikanya
ialah pemikiran-pemikiran yang bersifat intrasubyektif dan intersubyektif dari
aksi dan interaksi sosial.untuk mempelajari fenomena demikian weber menyarankan
untuk menggunakan metode interpretatif understandingatau yang lebih dikenal
sebagai metode verstehen.
Ada tiga teori utama yang termasuk
ke dalam paradigma ini masing-masing yaitu:teori aksi sosial,teori
interaksionisme simbolik dan teori fenomenologi.
Metode
yang umum digunakan penganut paradigma defenisi sosial adalah observasi .orang
tidak akan dapat mempelajari proses berfikir aktor hanya dengan mengamati
proses interaksi secara selintas.penganut paradigma ini harus berani mengamibil
kkesimpulan terhadap sesuatu yang timbul dari kekuatan intersubyektif dan
intrasubyektifdari gejala yang diamatinya. Metode observasi ini sama halnya
dengan interview dan koesioner ,meskipun
sering digunakan namun tidak terlalu sesuai dengan sasaran study paradigma
defenisi sosial ini.sasaran penyelidikan penganut paradigma ini adalah
kehidupan yang nyata,Terang metode interview/koesioner dan eksperimen tak
efektif untuk mempelajari kehidupan nyata yang sedangg berlangsung itu.
3.Paradigma
Perilaku Sosial
Yangg
menjadi pokok persoalan dalam sosiologi menurut paradigma ini ialah perilaku
atau tingkah laku dan perulanganya.paradigma ini memusatka perhatian kepada tingkah laku
individu yang berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan akibat atau
perubahan terhadap tingkah laku berikutnya pandangan paradigma ini terhadap
pokok persoalan sosiologi berbeda dari kedua pandangan paradigma yang
lain.paradigma berperilaku sosial sangat bernafsu menentang ide paradigma
defenisi sosial tentang adanya suatu”kebebasan berfikir”yang mengentarai
tingkah laku dengan perulanganya kembali,penganut paradigma ini menganggap
kebebasan berfikir demikian sebagai suatu konsep yang metafisik.begitu pula
penganut paradigma ini cenderung berpandangan negatif terhadap perhatian
paradigma fakta sosial yaitu struktur dan pranata sosial.Bagi paradigma
perilaku sosial tingkah laku manusia itulah yang penting.konsep seperti
pemikiran,struktur sosial dan pranata sosial ini dapat mengalihkan perhatian
kita dari tingkah laku manusia itu,.
Metode
yang lebih disukai oleh penganut paradigma ini ialah eksperimen .Secara
tradisional penganut paradigma ini menyukai eksperimen di laboratorium .Metode
ini memberi kemungkinan bagi peneliti untuk mengontrol dengan ketat kondisi
objek dan kondisi lingkungan disekitarnay.sekalipun eksperimen adalah
penelitian langsung yang agak baik terhadap tingkah laku aktor ,namun
penelitian masih harus membuat kesimpulan dari pengamatan selintas terhadap tingkah
laku yang sesungguhnya dengan yang sedang dia amati.
Ritzer menemukan perbedaan antara
ketiga paradigma sosiologi itu bersifat estetis .Perbedaan ini sesuai dengan
pengalaman penelitian dilapangan .berbagai komponen dalam masing-masing
paradigma saling menyesuaikan diri kearah hubungan yang makin
harmonis.eksemplar dalam suatu paradigma ditentukan oleh hampir setiap orang
yang termasuk kedalam paradigma yang bersangkutan sebagai dasar bagiu
keseluruhan pendekatan mereka .keseluruhan pendekatan teoritis dalam
masing-masing paradigma diakui sebagai persamaan yang mendasar meskipun
terdapat perbedaan dalam orientasi teoritis .Metode yang disukai oleh
masing-masing paradigma ,jelas sekali saling berpautan dengan masing-masing
paradigma.
Untuk menanggulangi masalah
ditingkat paradigma ,Ritzer mencoba menciptakan suatu eksemplar paradigma yang
terpadu .untuk maksud itu ia mangajukan sebuah model yang diharapkanya akan
menarik perhatian sosiologyang tak menyukai paradigma sosiologi yang kini
ada.Ide kuncinya disini ialah tingkatan realitas sosial.
Paradigma terpadu bukan dimaksudkan
sebagai pengganti paradigma sosiologi yang sudah ada.Inti dari paradigma
terpadu terletak pada antar hubungan keempat tingkat realitas sosial itu,
1.makro-obyektif,contohnya
norma hukum,bahasa,dan birokrasi
2.makro-subyektif,termasuk
norma-norma,nilai-nilai,dan kultur.
3.mikro
–obyektif contohnya berbagai bentuk
interaksi sosial seperti konflik,kerja sama dan pertukaran.
4.mikro-subyektif
contohnya proses berfikir dan konstruksi sosial realitas.
Yang terpenting dalam pendekatan
terpadu ini ialah bahwa berbagai tingkat realitas sosial tersebut harus
dilakukan secara integratif.artinya,setiap persoalan khusus yang dikaji harus
diselidiki dari sudut pandangan yang terpadu.
Paradigma terpadu harus
diperbandingkan berdasarkan perjalanan waktu atau antara berbagai
masyarakat.sifat yang saling melengkapi dari pendekatan terpadu ini
memungkinkan kita mngumpulkan data dengan satu atau dengan keseluruhan metode
seperti interview,koesioner,observasi eksperimen,dan sebagainya.
Paradigma terpadu haruslah bersifat
historis,paradigma ini harus menjatuhkan diri dari ide bahwa suatu teori
abstrak dapat dikembangkan dan dapat menerangkan keseluruhan realitas
sosialyang ada dalam semua masyarakat dan sepanjang sejrah walaupn semua
tingkatan realita sosial terdapat dalam masyarakat,namun tekanan masing-masing
dan hubungan diantara keempatnya dapat berbeda-beda antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain.
Paradigma
terpadu harus mengambil manfaat dari logika dialegtis ,sekalipun penerimaan
logika ini secara tulus mungkin akan terhalang oleh ideologi politik yang
dihubungkan atau yang kadang-kadang sengaja ditanamkan kedalam nya.
Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan berparadigma banyak, mengapa dikatakan demikian ?
hal ini
dikarenakan, antara paradigma yang satu dengan paradigma yang lain terdapat perbedaan bahkan pertentangan pandangan tentang disiplin sosiologi sebagai suatu kebulatan
dan tentang batas-batas bidang paradigma itu masing-masing.
Dalam bidang ilmu ini
terdapat bebrapa paradigma yang memaparkan dan menjelaskan cabang-cabang paradigmanya dan spsesifikasi bidangnya masing-masing. Setidaknya terdapat 3 paradigma yang mendasari ilmu sosiologi ini diantaranya :
1. Paradigma Fakta Sosial, yang dibagi lagi menjadi dua
objek kajian :
a. struktur
sosial, dan
b. pranata sosial
2. Paradigma Definisi Sosial, yang terbagi menjadi tiga teori
diantaranya :
a. Teori Aksi (action theory),
b. Interaksionisme
Simbolik (Simbolik
Interactionism), dan
c. Fenomenologi
(Phenomenology).
3. Paradigma Perilaku Sosial, terbagi menjadi dua teori
diantaranya :
a. Behavioral Sociology Theory
b. Exchange Theory
Ketiga paradigma teori tersebut telah dipaparkan penjelasannya diatas beserta dengan cabang-cabang teori yang mendukung kostrruk paradigmanya. Selain itu juga banyak spesifikasi yang diberikan oleh para ahli dalam
memberikaj suatu asumsi-asumsi terhadap paradigma tersebut dengan penjelasannya.
No comments:
Post a Comment